BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia  kemudian menetapkan hukum baik dan buruk. Kita memberi hukum kepada beberapa perbuatan bahwa ia baik atau buruk, benar atau salah. Hokum ini merata diantara manusia, baik yang tinggi kedudukanya maupun yang rendah, baik dalam perbuatan besar maupun kecil, maka apakah artinya “baik dan buruk?” dan dengan apakah kita mengukur yang akan kita beri hukum “baik dan buruk?”
Dari semua persoalaan ini diselidiki oleh Etika, etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
1.2  Rumusan Masalah
Untuk memberikan kejelasan makna dalam menangkap suatu Etika dan Moral, Baik dan Buruk dalam kehidupan manusia, maka dalam makalah ini dibahas pada:

1.      Pokok Persoalan Etika
2.      Faedahnya Mempelajari Etika
3.      Hubungan Etika Dengan Ilmu Lain
4.      Pengertian Baik dan Buruk
5.      Persepsi Manusia Tentang Baik dan Buruk
6.      Kesadaraan Moral / Persamaan Akhlak
7.      Dasar Perbuatan Baik
8.      Pengertian Susila




1.3  Tujuan
               Pada dasarnya tujuan penulis makalah ini terbagi menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk memenuhi, satu diantar syarat dari tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.
               Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
1.      Agar mahasiswa mengetahui apa arti dari Etika dan Moral, Baik dan Buruk dalam kehidupan manusia.
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara hidup baik dan benar didalam kehidupan sehari-hari.

1.4  Kegunaan
Bagi penulis, dengan membuat makalah ini semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan tantang sebuah Etika dan Moral, Baik dan Buruk. Bagi pihak lain tentunya dapat dijadikan sebagai suatu gambaran mengenai bagaimana bersikap baik dan mengerti arti dari Etika dan Moral, juga agar kita semakin waspada dalam melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari apakah hal itu baik atau buruk.

1.5  Metode
Metode penulisan makalah ini dibuat dengan menggunakan pendekatan secara kualitatif melalui metode kegiatan literature atau study pustaka.






BAB II
 Etika, Moral, Susila, Baik Dan Buruk

2.1 Pokok Persoalan Etika
Dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia  kemudian menetapkan hukum baik dan buruk. Perbuatan manusia itu ada yang timbul karena bukan kehendak, seperti bernapas, detik jantung dan mengedipkan mata, maka ini bukan disebut persoalan etika, dan orang yang melakukan tidak bias kita sebut orang yang baik atau orang yang buruk.
Ada dua contoh yang sering tidak nyata (tersembunyi) hukumnya. Adakah itu dari persoalan Etika atau tidak? Dan yang melakukanya bertanggung jawab atau tidak?
1.      Setengah orang ada yang melakukan perbuatan di waktu ia tidur, maka apa bila ia membakar rumah didalam keadaan itu atau memadamkan api yang akan membakar rumah, adakah etika, sehingga ia dianggap berdosa dalam lakuanya yang pertama dan terpuji dalam perbuatan yang kedua.
2.      Terkadang fikiran seorang hanya terlihat pada suatu perbuatan, seperti orang asyik membaca buku, sehingga ia lupa akan janjinya atau kwajibanya.
Semua perbuatan itu, bila kita fikirkan, nyata bahwa itu bukan perbuatan kehendak, maka pada contoh pertama, ia tidak sengaja membakar rumah, karena itu ia tidak bertanggung jawab (tidak dituntut) sebab ia tidak sengaja melakukanya atau bukan kehendak. Akan tetapi ia berpenyakit tidur itu dan tahu bahwa ia suka melakukan perbuatan yang berbahaya diwaktu tidur dan ia tidak berusaha menghindarkan apa yang terjadi pada waktu tidur maka akan dituntut untuk bertanggung jawab.[1]
Maka singkatnya bahwa persoalan etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar atau sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukan apa yang ia perbuat. Inilah yang dapat kita beri hukum “baik dan buruk”. Adapun yang timbul bukan kehendak, dan tidak dapat dijaga sebelumnya, maka ia bukan dari pokok persoalan etika.
2.2 Faedahnya Mempelajari Etika
            Terkadang timbul dalam fikiran kita, tentang dapatkah Etika itu menciptakan kita menjadi orang baik-baik?. Jawabnya ialah, Etika itu tidak dapat menjadikan semua manusia baik, tetapi Dapat membuka matanya untuk melihat baik dan buruk. Maka Etika tidak berguna bagi kita, kalau kita tidak mempunyai kehendak untuk menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya.
            Tujuan Etika bukan hanya mengetahui pandangan (theory) bahkan setengah dari tujuan-tujuanya, ialah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Maka Etika itu ialah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi  ia tidak berhasil kalau tidak ditaati.
            Aristoteles berkata : apa yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup dengan diketahui apakah keutamaan itu. Bahkan harus ditambah dengan melatihnya dan mengajarkanya, atau mencari jalan lain untuk menjadikan kita orang-orang baik.[2]
2.3 Hubungan Etika Dengan Ilmu Lain
A. Etika dan Ilmu Hukum
            Pokok pembicaraan dua ilmu ini adalah perbuatan manusia, dan tujuan keduanya hamper sama, ialah : mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaan mereka. Tetapi hubungan etika lebih luas. Etika memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala yang mudarat. Sedang ilmu hukum tidak demikian, karena banyak perbuatan yang terang berguna tidak diperintahkan oleh ilmu hukum, seperti berbuat baik pada fakir miskin, demikian juga beberapa perbuatan yang mendatangkan kemudaratan tidak dicegah oleh ilmu hukum, seperti  dusta dan dengki ilmu hukum tidak ikut campur dalam urusan ini. Ilmu hukum hanyalah menjatuhi hukuman kepada orang yang menyalahi perintah dan laranganya atau yang bersalah.
B. Etika Dan Ilmu Masyarakat (Sosiologi)
            Hubungan antara kedua ilmu ini rapat juga, karena mempelajari kelakuan (perbuatan manusia yang timbul dari kehendak) yang ia menjadi masalah pokok persoalaan  Etika, sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sosiologi. Karena manusia itu tidak dapat hidup  kecuali bermasyrakat dan ia tetap menjadi anggota masyarakat.
            Ilmu masyarakat mempelajari manusia yang pertama, dan bagaimana meningkat keatas, juga menyelidiki tentang bahasa, agama dan keluarga, dan membentuk undang-undang dan pemerintahan dan sebagainya. Mempelajari semua ini untuk member pengertian akan perbuatan manusia dan cara menetukan hukum baik dan buruk, benar dan salah.[3]
2.4 Pengertian Baik dan Buruk
            Dalam beberapa buah kamus baik dapat diartikan dalam bahasa arab yaitu khair, dalam bahasa inggris good. Ada beberapa pengertian dalam mendefenisikan baik, seperti suatu yang telah mencapai kesempurnaan, sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan dan lain-lain, suatu yang sesuai dengan keinginan, dan juga bila ia mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang  atau bahagia.
            Buruk dalam bahasa arab adalah syarr dan bahasa inggris adalah bad. Tidak baik yaitu tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dapat juga berarti keji, jahat, tidak bermoral, dan  hal yang tercela. Jadi perbuatan buruk berarti  perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
            Dari pengertian diatas  dapat dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, sesuai dengan yang diharapkan atau sesuatu yang dinilai positif oleh orang yang menginginkannya. Sedangakan buruk apa yang dinalai sebaliknya.
2.5 Persepsi Manusia Tentang Baik dan Buruk
            Banyak orang berselisih untuk menilai sesuatu perbuatan, ada yang melihat baik dan ada yang buruk. Dipandang baik oleh suatu bangsa, dipandang buruk oleh bangsa lain. Ada beberapa pendapat dalam pertanyaan ini :[4]
a. Adat Kebiasan
            Tiap suku atau bangsa mempunyai adat-istiadat tertentu yang diwariskan dari nenek moyangnya.dipandang baik bagi yang mengikutinya dan dipandang buruk bagi yang melanggarnya. Oleh karena itu orang tua berusaha mendidik anak-anaknya agar dapat mengikuti adat-istiadat yang ada dan jangan sampai dilanggar.
            Jika diselidiki secara seksama adat-istiadat itu tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai ukuran untuk menetapkan baik buruknya perbuatan manusia, karena ada perintah atau larangan yang berdasarkan adat kebiasaan tidak dapat diterima oleh akal sehat.
b. kebahagiaan (hedonism)
            Para filosof banyak yang berpendapat, tujuan akhir dari hidup dan kehidupan manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan. Karena itu perbuatan manusia dapat dikatakan baik bila ia mendatangkan kebahagiaan.
            Dalam paham hedonism kebahagiaanterbagi menjadi dua:


1)      Kebahagiaan Diri (Eguistic Hedonism)
Pendapat ini mengatakan bahwa manusia hendaknya mencari kebahagiaan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri dan mengorientasikan sgala usahanya kearah sana.pengikut paham ini mengatakan bahwa tiap orang lain harus memilih apa yang mendatangkankebahagiaan bagi dirinya, dan perbuatan yang menyampaikan kepada tujuan itu atau mendekatinya adalah baik.
Menuru Epicurus kebahagiaan akal dan rohani lebih baik dari pada kebahagiaan badan, karena badan itu merasakanya hanya kelezatan dan penderitaan itu ada. sedangkan akal dapat mengenangkan dan merencanakan kebahagiaan dan oleh karena itu kebahagiaan akal lebih utama.[5]
2)      Kebahagiaan Bersama (universalistic hedonism)
Paham ini menghendaki agar manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia. Untuk memberikan nilai terhadap suatu perbuatan bahwa ia baik atau buruk, yang perlu diperhatikan adalah kesenangan dan kepedihan yang diakibatkan oleh perbuatan itu.
Kebahagiaan bersama harus menjadi pokok pandangan setiap orang. Suatu perbuatan bernilai keutamaan bila menghasilkan kebahagiaan pada manusia. Dia adalah utama, meskipun menghasilkan kepedihan kepada sebagian kecil orang atau si pembuat sendiri.
c. intuisi (intuition)
            intuisi memberikan kekuatan batin yang dapat mengenal suatu yang baik atau buruk dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan akibatnya.
            Paham ini berpendapat bahwa tiap manusia itu mempunyai kekuatan batin sebagai suatu instrument yang dapat membedakan baik dan buruk suatu perbuatan dengan sekilas pandang. Apabila ia melihat perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang memberi tahu nilai perbuatan itu lalu menetapkan hukum baik buruknya, sebagaimana kita diberi mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.
            Menurut paham ini bahwa kenikmatan bukan tujuan hidup manusia dan ia bukan selalu baik, akan tetapi tujuannya ialah mencari kenikmatan. Mereka menghendaki agar manusia itu jangan mengikuti syahwatnya, tetapi hendaknya melatih dirinya sanggup menderita kepedihan karena keutamaan.
Paham ini telah dikecam, yaitu yang berkata akan adanya intuisi didalam diri manusia yang dapat membedakan antara baik dan buruk, sebagaimana pancaindra yang dapat membedakan antara macam warna dan suara, karena manusia ini berselisih dalam memberi hukum kepada hal-hal yang sudah jelas. Di Sparta, umpamanyqa, pencurian itu dianggap perbuatan yang terpuji. Maka bagaimana dapat diktakan bahwa manusia itu diberi intuisi yang dapat mengetahui baik dan buruk.[6]
d. Evolusi (Evolution)
Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya.  Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang nampak, manusia, dan tumbuh-tumbuhasn, tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral.
Herbert Spencer adalah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat bahwa evolusi adalah perbuatan akhlak yang  tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin (1809-1882) adalah Seorang ahli pengetahuaan yangmempunyai banyak teory,  dia memberikan penjelasan  tentang paham ini dalam bukunya The Origin of Species. Dikatakan bahwa perkembangan alam ini didasari oleh ketentuan-ketentuan, seperti ketentuan alam, Perjuangan hidup, kekal bagi yang lebih pantas.[7]
Ketentuan alam, berarti bahwa ala mini menyaring segala yang wujud, mana yang pantas untuk hidup dan mana yang tidak. Perjuangan hidup, berarti suatu usaha dalam mempertahankan hidupnya dengan melawan segala yang menjadi musuhnya. Dan kekal bagi yang lbih pantas, yaitu segala sesuatu yang berhak hidup setelah mengalami perjuangan-perjuangan dalam berkompetisi dengan jenis-jenis lainya.
Alexander mencoba menjabarkan teori Darwin ini kedalam akhlak/moral. Dikatakan nilai moral juga harus disejajarkan dengan nilai-nilai lainya. Nilai moral yang baik ialah nilai yang dapat hidup bersama nilai-nilai  lainya sesuai perkembangan alam dan budaya.
2.6 Kesadaraan Moral / Persamaan Akhlak
            Perbuatan yang lahir Dari kesadaran moral atau perasaan untuk berbuat baik merupakan pembawaan manusia sejak lahir. Yang disebut dengan perbuatan berakhlak, yaitu perbuatan yang sesuai dengan norma-norma akhlak/moral. Kesadaran moral adalah Kesadaran tentang diri sendiri didalam berhadapan dengan baik dan buruk. Disini manusia membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan.[8]
            Pada awal mula manusia lahir belum mampu menjalankan kemanusiannya. Hal ini dengan lambat tumbuh , yakni ia dapat berfikir dan berkehendak. Bila manusia sudah dapat berfikir dan berkehendak sendiri, baru ia memasuki dunia moral, artinya baru ia dapat membedakan  antara yang baik dan buruk.
            Emanuel kant (1724-1804) brendapat bahwamanusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajibanuntuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan-perbuatan baik.[9] Dengan demikian, manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang mewajibkannya untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan. Jika ia berbuat baik ia akan merasakan ketenangan dan lega karena sesuai bisikan hati sanubarinya. Sebaliknya jika ia berbuat jahat, dia merasa tidak senang karena melawan bisikan hati sanubarinya.
Kant mengatakan bahwa jiwa yang bermoral menghendaki tercapainya pencampuran antara keutamaan dan kebahagiaan. Pencampuran ini disebut dengan summum bonum, artinya kebaikan yang tinggi.
Kesaqdaran moral ini sering diidentikan dengan suara hati yang memantulkan macam-macam tingkah laku dan juga dapat menilaisuatu perbuatan dengan baik atau buruk. Dan ia juga dapat membimbing manusia untuk berbuat baik.
2.7 Dasar Perbuatan Baik
            Akhlakul kharimah, tingkah laku yang mulia atau perbuatan baik adalah cerminan dari iman yang benar dan sempurna. Untuk menciptakan iman yang dimaksud dapat dicapai dengan memperbanyak amal saleh dan tingkahlaku yang mulia. Yang mendorong kita untuk mendapat iman dan berakhlak baik adalah pendidikan.
            Banyak para ahli mengatakan bahwa akhlak itu ialah instinct yang dibawa manusia sejak lahir, dan ada pula yang mengatakan bahwa akhlak itu ialah hasil dari pendidikandan latihan serta perjuangan.[10] Secara sederhana dapat dikatakan bahwa akhlak itu adalah merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih sungguh-sungguh potensi yang dimiliki manusia yang merupakan pembawaanya sejak lahir.
            Pembinaan jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam misi islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, islam mengajarkan bahwa pembinaan jiwa haruslah didahulukan, karena dari jiwa yang baik lahir perbuatan-perbuatan baik yang pada giliranya akan membuahkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.
            Menurut Al-Ghazali, kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan. Jika manusia membiasakan perbuatan jahat, maka dia akan menjadi orang yang jahat. Jika seorang menghendaki agar dia menjadi pemurah, ia harus harus membiasakan dirnya melakukan pekerjan-pekerjaan yang bersifat pemurah.[11]
2.8  Pengertian Susila
Susila berasal dari kata “su” dan “sila”. Su adalah awalan yang berarti amat baik, atau sangat baik, mulia, dan indah. Sedangkan kata sila berarti tingkah laku atau kelakuan.
Jadi Susila berarti tingkah laku atau kelakuan yang baik atau mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu manusia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorong ia berbuat baik dan bertindak. Berbuat yang baik (Susila) yang selaras dengan ajaran agama atau dharma adalah cermin dari manusia yang Susila. Manusia Susila adalah manusia yang memiliki budhi pekerti tinggi yang bisa diterima oleh lingkungan di mana orang itu berada.
Demi tegaknya kebenaran dan keadilan di dunia ini manusia yang ber-Susila atau bertingkah laku yang baik sangat diharapkan. Apapun yang dilakukan Pada hakekatnya hanya dari adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan yang benar sehingga mewujudkan perbuatan yang benar pula. Dengan ungkapan lain adalah satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan. [12]
Salah satu conoh Susila adalah Memberi Pelajaran dan Nasihat Kepada Orang Miskin, Lebih baik memberi daripada meminta. Demikian kata-kata yang sering kita dengar. Sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan beriman, apabila suatu ketika ada orang miskin datang ke rumah kita atau ke tempat kita bekerja hendaknya kita tidak segan-segan memberikan nasihat-nasihat yang berguna bagi dirinya, sehingga orang tersebut menjadi sadar bahwa mengemis atau meminta-minta adalah perbuatan yang tidak baik.
Janganlah hanya pandai memberi nasihat saja, tetapi hendaknya dilaksanakan dengan sungguh dan keteguhan iman. Hendaknya tidak ragu-ragu untuk memberikan nasihat kepada orang-orang miskin dan nasihat-nasihat tersebut hendaknya diikuti dengan contoh-contoh sehinnga dapat ditiru oleh orang lain terutama dalam hal bersedekah atau berdana punya. Sebab, apabila manusia meninggal dunia semua harta kekayaannya tidak akan dibawa mati, yang menyertai manusia setelah meninggal adalah perbuatan baik (Susila) dan perbuatan buruk (Asusila).







BAB III

3.1 KESIMPULAN
Persoalan etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar atau sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukan apa yang ia perbuat. Inilah yang dapat kita beri hukum “baik dan buruk”. Adapun yang timbul bukan kehendak, dan tidak dapat dijaga sebelumnya, maka ia bukan dari pokok persoalan etika.
            Tujuan Etika bukan hanya mengetahui pandangan (theory) bahkan setengah dari tujuan-tujuanya, ialah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Maka Etika itu ialah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi  ia tidak berhasil kalau tidak ditaati.
            Dari pengertian baik dan buruk  dapat dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, sesuai dengan yang diharapkan atau sesuatu yang dinilai positif oleh orang yang menginginkannya. Sedangakan buruk apa yang dinalai sebaliknya.
Yang disebut dengan perbuatan berakhlak, yaitu perbuatan yang sesuai dengan norma-norma akhlak/moral. Kesadaran moral adalah Kesadaran tentang diri sendiri didalam berhadapan dengan baik dan buruk. Disini manusia membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan.
            Susila berarti tingkah laku atau kelakuan yang baik atau mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu manusia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorong ia berbuat baik dan bertindak.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Asmaran As.,M.A.Pengantar studi Akhlak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
N. Drijarkara SJ.,percikan filsafat, PT pembangunan, Jakarta 1978
Harun Nasution, filsafat agama. Bulan Bintang. Jakarta. 1979
Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), diterjemahkan oleh K.H. Farid Ma’ruf, Jakarta : Bulan BIntang, 1998,cet. ke 5









[1]  Etika adalah perbuatan yang disengaja yang perlu pertanggung jawabkan jika bersalah, dan dapat di hukum.
[2]  Aristoteles berkata : apa yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup dengan diketahui apakah keutamaan itu. Bahkan harus ditambah dengan melatihnya dan mengajarkanya, atau mencari jalan lain untuk menjadikan kita orang-orang baik
[3]  Lihat hubungan antara politik dan akhlak dalam muqadidimah kita Aristoteles oleh Mr. St Heleir, dan terjemahan Lutfi Bey Syaid halaman 76.
[4]  Uraian beberapa pendapat/paham sekitar ukuran perbutan manusia untuk menetapkan nilai baik buruknya pada pasasl ini disarikan dari buku kitab al-Akhlak oleh Prof. Dr. Ahmad amin, hlm. 98-134
[5] Epicurus mengatakan bahwa tidak ada kebahagiaan dalam hidup kecuali kenikmatan dan tidak ada keburukan selain penderitaan.
[6] Plato (seorang pendiri intuisi) sungguh salah besar sekali bahwa tujuan hidup ini untuk mencari kenikmatan, karena dapat melahirkan pandangan buruk dan tingkah laku jahat unuk mencapai kenikmatan.
[7] Darwin (1809-1882) dalam bukunya  The Origin of Species.
[8] N. Drijarkara SJ.,percikan filsafat, PT pembangunan, Jakarta 1978, hlm 13.
[9] Harun Nasution, filsafat agama. Bulan Bintang. Jakarta. 1979, hlm. 68.
[10] Mansur Ali Rajab, Ta’ammualat fi falsafah al-ahklak, maktabaahAl anjalu Almisriyah, Cairo, 1961, hlm, 91.
[11] Imam Al-Gazali, kitab Al Arba’ienfi Usul al-din, Maktabah Al jindi, Cairo, t.t.,hlm.190-191
[12] Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf, ( jakarta, rjawali press, 1996 )hlm.96.

0 komentar:

Posting Komentar