BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dapat diketahui bahwa etika itu
menyelidiki segala perbuatan manusia
kemudian menetapkan hukum baik dan buruk. Kita memberi hukum kepada
beberapa perbuatan bahwa ia baik atau buruk, benar atau salah. Hokum ini merata
diantara manusia, baik yang tinggi kedudukanya maupun yang rendah, baik dalam
perbuatan besar maupun kecil, maka apakah artinya “baik dan buruk?” dan dengan
apakah kita mengukur yang akan kita beri hukum “baik dan buruk?”
Dari semua persoalaan ini diselidiki
oleh Etika, etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan
menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk memberikan kejelasan makna dalam
menangkap suatu Etika dan Moral, Baik dan Buruk dalam kehidupan manusia, maka
dalam makalah ini dibahas pada:
1. Pokok
Persoalan Etika
2. Faedahnya
Mempelajari Etika
3. Hubungan
Etika Dengan Ilmu Lain
4. Pengertian
Baik dan Buruk
5. Persepsi
Manusia Tentang Baik dan Buruk
6. Kesadaraan
Moral / Persamaan Akhlak
7.
Dasar Perbuatan Baik
8.
Pengertian Susila
1.3 Tujuan
Pada
dasarnya tujuan penulis makalah ini terbagi menjadi dua bagian yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk memenuhi, satu
diantar syarat dari tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Adapun
tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Agar
mahasiswa mengetahui apa arti dari Etika dan Moral, Baik dan Buruk dalam
kehidupan manusia.
2. Untuk
mengetahui bagaimana cara hidup baik dan benar didalam kehidupan sehari-hari.
1.4 Kegunaan
Bagi penulis, dengan membuat makalah ini
semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan tantang sebuah Etika dan Moral,
Baik dan Buruk. Bagi pihak lain tentunya dapat dijadikan sebagai suatu gambaran
mengenai bagaimana bersikap baik dan mengerti arti dari Etika dan Moral, juga
agar kita semakin waspada dalam melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari
apakah hal itu baik atau buruk.
1.5 Metode
Metode penulisan makalah ini dibuat
dengan menggunakan pendekatan secara kualitatif melalui metode kegiatan
literature atau study pustaka.
BAB II
Etika,
Moral, Susila, Baik Dan Buruk
2.1 Pokok Persoalan Etika
Dapat diketahui bahwa etika itu
menyelidiki segala perbuatan manusia
kemudian menetapkan hukum
baik dan buruk. Perbuatan manusia itu ada yang timbul karena bukan kehendak,
seperti bernapas, detik jantung dan mengedipkan mata, maka ini bukan disebut
persoalan etika, dan orang yang melakukan tidak bias kita sebut orang yang baik
atau orang yang buruk.
Ada dua contoh yang sering tidak nyata (tersembunyi)
hukumnya. Adakah itu dari persoalan Etika atau tidak? Dan yang melakukanya
bertanggung jawab atau tidak?
1. Setengah
orang ada yang melakukan perbuatan di waktu ia tidur, maka apa bila ia membakar
rumah didalam keadaan itu atau memadamkan api yang akan membakar rumah, adakah
etika, sehingga ia dianggap berdosa dalam lakuanya yang pertama dan terpuji
dalam perbuatan yang kedua.
2. Terkadang
fikiran seorang hanya terlihat pada suatu perbuatan, seperti orang asyik
membaca buku, sehingga ia lupa akan janjinya atau kwajibanya.
Semua perbuatan itu, bila kita fikirkan,
nyata bahwa itu bukan perbuatan kehendak, maka pada contoh pertama, ia tidak
sengaja membakar rumah, karena itu ia tidak bertanggung jawab (tidak dituntut)
sebab ia tidak sengaja melakukanya atau bukan kehendak. Akan tetapi ia berpenyakit
tidur itu dan tahu bahwa ia suka melakukan perbuatan yang berbahaya diwaktu
tidur dan ia tidak berusaha menghindarkan apa yang terjadi pada waktu tidur
maka akan dituntut untuk bertanggung jawab.[1]
Maka singkatnya bahwa persoalan etika
ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar
atau sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukan apa yang ia perbuat. Inilah
yang dapat kita beri hukum “baik dan buruk”. Adapun yang timbul bukan kehendak,
dan tidak dapat dijaga sebelumnya, maka ia bukan dari pokok persoalan etika.
2.2 Faedahnya Mempelajari Etika
Terkadang
timbul dalam fikiran kita, tentang dapatkah Etika itu menciptakan kita menjadi
orang baik-baik?. Jawabnya ialah, Etika itu tidak dapat menjadikan semua
manusia baik, tetapi Dapat membuka matanya untuk melihat baik dan buruk. Maka
Etika tidak berguna bagi kita, kalau kita tidak mempunyai kehendak untuk menjalankan
perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya.
Tujuan Etika bukan hanya mengetahui
pandangan (theory) bahkan setengah dari tujuan-tujuanya, ialah mempengaruhi dan
mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan
dan kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Maka Etika itu
ialah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi ia tidak berhasil kalau tidak ditaati.
Aristoteles berkata : apa yang
berhubungan dengan keutamaan tidak cukup dengan diketahui apakah keutamaan itu.
Bahkan harus ditambah dengan melatihnya dan mengajarkanya, atau mencari jalan
lain untuk menjadikan kita orang-orang baik.[2]
2.3 Hubungan Etika Dengan Ilmu Lain
A. Etika dan Ilmu Hukum
Pokok pembicaraan dua ilmu ini
adalah perbuatan manusia, dan tujuan keduanya hamper sama, ialah : mengatur
perbuatan manusia untuk kebahagiaan mereka. Tetapi hubungan etika lebih luas.
Etika memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala yang
mudarat. Sedang ilmu hukum tidak demikian, karena banyak perbuatan yang terang
berguna tidak diperintahkan oleh ilmu hukum, seperti berbuat baik pada fakir
miskin, demikian juga beberapa perbuatan yang mendatangkan kemudaratan tidak
dicegah oleh ilmu hukum, seperti dusta
dan dengki ilmu hukum tidak ikut campur dalam urusan ini. Ilmu hukum hanyalah
menjatuhi hukuman kepada orang yang menyalahi perintah dan laranganya atau yang
bersalah.
B. Etika Dan Ilmu Masyarakat
(Sosiologi)
Hubungan
antara kedua ilmu ini rapat juga, karena mempelajari kelakuan (perbuatan
manusia yang timbul dari kehendak) yang ia menjadi masalah pokok
persoalaan Etika, sangat mendorong untuk
mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sosiologi. Karena
manusia itu tidak dapat hidup kecuali
bermasyrakat dan ia tetap menjadi anggota masyarakat.
Ilmu masyarakat mempelajari manusia
yang pertama, dan bagaimana meningkat keatas, juga menyelidiki tentang bahasa,
agama dan keluarga, dan membentuk undang-undang dan pemerintahan dan
sebagainya. Mempelajari semua ini untuk member pengertian akan perbuatan
manusia dan cara menetukan hukum baik dan buruk, benar dan salah.[3]
2.4 Pengertian Baik dan Buruk
Dalam
beberapa buah kamus baik dapat diartikan dalam bahasa arab yaitu khair, dalam bahasa inggris good. Ada beberapa pengertian dalam
mendefenisikan baik, seperti suatu yang telah mencapai kesempurnaan, sesuatu
yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan dan lain-lain, suatu
yang sesuai dengan keinginan, dan juga bila ia mendatangkan rahmat, memberikan
perasaan senang atau bahagia.
Buruk dalam bahasa arab adalah syarr dan bahasa inggris adalah bad. Tidak baik yaitu tidak seperti yang
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dapat juga berarti keji, jahat, tidak
bermoral, dan hal yang tercela. Jadi
perbuatan buruk berarti perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Dari pengertian diatas dapat dikatakan baik apabila ia memberikan
kesenangan, kepuasan, sesuai dengan yang diharapkan atau sesuatu yang dinilai
positif oleh orang yang menginginkannya. Sedangakan buruk apa yang dinalai
sebaliknya.
2.5 Persepsi Manusia Tentang Baik
dan Buruk
Banyak
orang berselisih untuk menilai
sesuatu perbuatan, ada yang melihat baik dan ada yang buruk. Dipandang baik
oleh suatu bangsa, dipandang buruk oleh bangsa lain. Ada beberapa pendapat
dalam pertanyaan ini :[4]
a. Adat Kebiasan
Tiap
suku atau bangsa mempunyai adat-istiadat tertentu yang diwariskan dari nenek
moyangnya.dipandang baik bagi yang mengikutinya dan dipandang buruk bagi yang
melanggarnya. Oleh karena itu orang tua berusaha mendidik anak-anaknya agar
dapat mengikuti adat-istiadat yang ada dan jangan sampai dilanggar.
Jika diselidiki secara seksama
adat-istiadat itu tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai ukuran untuk
menetapkan baik buruknya perbuatan manusia, karena ada perintah atau larangan yang
berdasarkan adat kebiasaan tidak dapat diterima oleh akal sehat.
b. kebahagiaan (hedonism)
Para filosof banyak yang
berpendapat, tujuan akhir dari hidup dan kehidupan manusia ialah untuk mencapai
kebahagiaan. Karena itu perbuatan manusia dapat dikatakan baik bila ia
mendatangkan kebahagiaan.
Dalam paham hedonism kebahagiaanterbagi menjadi dua:
1) Kebahagiaan
Diri (Eguistic Hedonism)
Pendapat ini
mengatakan bahwa manusia hendaknya mencari kebahagiaan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri dan mengorientasikan sgala usahanya kearah sana.pengikut paham
ini mengatakan bahwa tiap orang lain harus memilih apa yang
mendatangkankebahagiaan bagi dirinya, dan perbuatan yang menyampaikan kepada
tujuan itu atau mendekatinya adalah baik.
Menuru Epicurus kebahagiaan
akal dan rohani lebih baik dari pada kebahagiaan badan, karena badan itu
merasakanya hanya kelezatan dan penderitaan itu ada. sedangkan akal dapat
mengenangkan dan merencanakan kebahagiaan dan oleh karena itu kebahagiaan akal
lebih utama.[5]
2) Kebahagiaan Bersama (universalistic
hedonism)
Paham ini menghendaki agar manusia
mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia. Untuk memberikan nilai terhadap suatu
perbuatan bahwa ia baik atau buruk, yang perlu diperhatikan adalah kesenangan
dan kepedihan yang diakibatkan oleh perbuatan itu.
Kebahagiaan bersama harus menjadi
pokok pandangan setiap orang. Suatu perbuatan bernilai keutamaan bila
menghasilkan kebahagiaan pada manusia. Dia adalah utama, meskipun menghasilkan
kepedihan kepada sebagian kecil orang atau si pembuat sendiri.
c. intuisi (intuition)
intuisi memberikan kekuatan batin
yang dapat mengenal suatu yang baik atau buruk dengan sekilas pandang tanpa
melihat buah dan akibatnya.
Paham ini berpendapat bahwa tiap
manusia itu mempunyai kekuatan batin sebagai suatu instrument yang dapat
membedakan baik dan buruk suatu perbuatan dengan sekilas pandang. Apabila ia
melihat perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang memberi tahu nilai perbuatan
itu lalu menetapkan hukum baik buruknya, sebagaimana kita diberi mata untuk melihat
dan telinga untuk mendengar.
Menurut paham
ini bahwa kenikmatan bukan tujuan hidup manusia dan ia bukan selalu baik, akan
tetapi tujuannya ialah mencari kenikmatan. Mereka menghendaki agar manusia itu
jangan mengikuti syahwatnya, tetapi hendaknya melatih dirinya sanggup menderita
kepedihan karena keutamaan.
Paham ini telah dikecam, yaitu yang berkata akan adanya intuisi didalam
diri manusia yang dapat membedakan antara baik dan buruk, sebagaimana
pancaindra yang dapat membedakan antara macam warna dan suara, karena manusia
ini berselisih dalam memberi hukum kepada hal-hal yang sudah jelas. Di Sparta,
umpamanyqa, pencurian itu dianggap perbuatan yang terpuji. Maka bagaimana dapat
diktakan bahwa manusia itu diberi intuisi yang dapat mengetahui baik dan buruk.[6]
d.
Evolusi (Evolution)
Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala
sesuatu yang ada dialam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya
menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat seperti
ini bukan hanya
berlaku pada benda-benda yang nampak, manusia, dan tumbuh-tumbuhasn, tetapi
juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat atau
diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral.
Herbert Spencer adalah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat bahwa
evolusi adalah perbuatan akhlak yang tumbuh secara
sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah
cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan
cita-cita itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam
hidup ini ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin (1809-1882) adalah
Seorang ahli pengetahuaan yangmempunyai banyak teory, dia
memberikan penjelasan tentang paham ini
dalam bukunya The Origin of Species.
Dikatakan bahwa perkembangan alam ini didasari oleh ketentuan-ketentuan,
seperti ketentuan alam, Perjuangan hidup,
kekal bagi yang lebih pantas.[7]
Ketentuan alam, berarti
bahwa ala mini menyaring segala yang wujud, mana yang pantas untuk hidup dan
mana yang tidak. Perjuangan hidup, berarti
suatu usaha dalam mempertahankan hidupnya dengan melawan segala yang menjadi
musuhnya. Dan kekal bagi yang lbih
pantas, yaitu segala sesuatu yang berhak hidup setelah mengalami
perjuangan-perjuangan dalam berkompetisi dengan jenis-jenis lainya.
Alexander
mencoba menjabarkan teori Darwin ini kedalam akhlak/moral. Dikatakan nilai
moral juga harus disejajarkan dengan nilai-nilai lainya. Nilai moral yang baik
ialah nilai yang dapat hidup bersama nilai-nilai lainya sesuai perkembangan alam dan budaya.
2.6
Kesadaraan Moral / Persamaan Akhlak
Perbuatan yang
lahir Dari kesadaran moral atau perasaan untuk berbuat baik merupakan pembawaan
manusia sejak lahir. Yang disebut dengan perbuatan berakhlak, yaitu perbuatan
yang sesuai dengan norma-norma akhlak/moral. Kesadaran moral adalah Kesadaran
tentang diri sendiri didalam berhadapan dengan baik dan buruk. Disini manusia
membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan, meskipun dapat dilakukan.[8]
Pada awal mula manusia lahir belum mampu menjalankan
kemanusiannya. Hal ini dengan lambat tumbuh , yakni ia dapat berfikir dan
berkehendak. Bila manusia sudah dapat berfikir dan berkehendak sendiri, baru ia
memasuki dunia moral, artinya baru ia dapat membedakan antara yang baik dan buruk.
Emanuel kant (1724-1804) brendapat bahwamanusia mempunyai
perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa
bahwa ia mempunyai kewajibanuntuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan
menjalankan perbuatan-perbuatan baik.[9]
Dengan demikian, manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang
mewajibkannya untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan. Jika ia berbuat
baik ia akan merasakan ketenangan dan lega karena sesuai bisikan hati
sanubarinya. Sebaliknya jika ia berbuat jahat, dia merasa tidak senang karena
melawan bisikan hati sanubarinya.
Kant
mengatakan bahwa jiwa yang bermoral menghendaki tercapainya pencampuran antara
keutamaan dan kebahagiaan. Pencampuran ini disebut dengan summum bonum, artinya kebaikan yang tinggi.
Kesaqdaran
moral ini sering diidentikan dengan suara hati yang memantulkan macam-macam
tingkah laku dan juga dapat menilaisuatu perbuatan dengan baik atau buruk. Dan
ia juga dapat membimbing manusia untuk berbuat baik.
2.7
Dasar Perbuatan Baik
Akhlakul
kharimah, tingkah laku yang mulia atau perbuatan baik adalah cerminan dari iman
yang benar dan sempurna. Untuk menciptakan iman yang dimaksud dapat dicapai
dengan memperbanyak amal saleh dan tingkahlaku yang mulia. Yang mendorong kita
untuk mendapat iman dan berakhlak baik adalah pendidikan.
Banyak para ahli mengatakan bahwa akhlak itu ialah
instinct yang dibawa manusia sejak lahir, dan ada pula yang mengatakan bahwa
akhlak itu ialah hasil dari pendidikandan latihan serta perjuangan.[10]
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa akhlak itu adalah merupakan hasil usaha
dalam mendidik dan melatih sungguh-sungguh potensi yang dimiliki manusia yang
merupakan pembawaanya sejak lahir.
Pembinaan jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam
misi islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, islam mengajarkan
bahwa pembinaan jiwa haruslah didahulukan, karena dari jiwa yang baik lahir
perbuatan-perbuatan baik yang pada giliranya akan membuahkan kebaikan dan
kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.
Menurut Al-Ghazali, kepribadian manusia itu pada dasarnya
dapat menerima segala usaha pembentukan. Jika manusia membiasakan perbuatan
jahat, maka dia akan menjadi orang yang jahat. Jika seorang menghendaki agar
dia menjadi pemurah, ia harus harus membiasakan dirnya melakukan
pekerjan-pekerjaan yang bersifat pemurah.[11]
2.8 Pengertian
Susila
Susila berasal
dari kata “su” dan “sila”. Su adalah awalan yang berarti amat baik, atau sangat
baik, mulia, dan indah. Sedangkan kata sila berarti tingkah laku atau kelakuan.
Jadi Susila
berarti tingkah laku atau kelakuan yang baik atau mulia yang harus menjadi
pedoman hidup manusia. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial.
Sebagai individu manusia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorong ia
berbuat baik dan bertindak. Berbuat yang baik (Susila) yang selaras dengan
ajaran agama atau dharma adalah cermin dari manusia yang Susila. Manusia Susila
adalah manusia yang memiliki budhi pekerti tinggi yang bisa diterima oleh
lingkungan di mana orang itu berada.
Demi tegaknya
kebenaran dan keadilan di dunia ini manusia yang ber-Susila atau bertingkah
laku yang baik sangat diharapkan. Apapun yang dilakukan Pada hakekatnya hanya
dari adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan yang benar sehingga
mewujudkan perbuatan yang benar pula. Dengan ungkapan lain adalah satunya
pikiran, perkataan, dan perbuatan. [12]
Salah satu conoh Susila adalah Memberi
Pelajaran dan Nasihat Kepada Orang Miskin, Lebih baik
memberi daripada meminta. Demikian
kata-kata yang sering kita dengar. Sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan
beriman, apabila suatu ketika ada orang miskin datang ke rumah kita atau ke
tempat kita bekerja hendaknya kita tidak segan-segan memberikan nasihat-nasihat
yang berguna bagi dirinya, sehingga orang tersebut menjadi sadar bahwa mengemis
atau meminta-minta adalah perbuatan yang tidak baik.
Janganlah hanya pandai memberi nasihat saja, tetapi
hendaknya dilaksanakan dengan sungguh dan keteguhan iman. Hendaknya tidak
ragu-ragu untuk memberikan nasihat kepada orang-orang miskin dan
nasihat-nasihat tersebut hendaknya diikuti dengan contoh-contoh sehinnga dapat
ditiru oleh orang lain terutama dalam hal bersedekah atau berdana punya. Sebab,
apabila manusia meninggal dunia semua harta kekayaannya tidak akan dibawa mati,
yang menyertai manusia setelah meninggal adalah perbuatan baik (Susila) dan
perbuatan buruk (Asusila).
BAB III
3.1 KESIMPULAN
Persoalan
etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan
ikhtiar atau sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukan apa yang ia perbuat.
Inilah yang dapat kita beri hukum “baik dan buruk”. Adapun yang timbul bukan
kehendak, dan tidak dapat dijaga sebelumnya, maka ia bukan dari pokok persoalan
etika.
Tujuan
Etika bukan hanya mengetahui pandangan (theory) bahkan setengah dari
tujuan-tujuanya, ialah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya
membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan, dan memberi
faedah kepada sesama manusia. Maka Etika itu ialah mendorong kehendak agar
berbuat baik, akan tetapi ia tidak
berhasil kalau tidak ditaati.
Dari pengertian baik dan buruk dapat dikatakan baik apabila ia memberikan
kesenangan, kepuasan, sesuai dengan yang diharapkan atau sesuatu yang dinilai
positif oleh orang yang menginginkannya. Sedangakan buruk apa yang dinalai
sebaliknya.
Yang
disebut dengan perbuatan berakhlak, yaitu perbuatan yang sesuai dengan
norma-norma akhlak/moral. Kesadaran moral adalah Kesadaran tentang diri sendiri
didalam berhadapan dengan baik dan buruk. Disini manusia membedakan antara yang
baik dan yang buruk, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat
dilakukan.
Susila berarti tingkah laku atau
kelakuan yang baik atau mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Manusia
adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu manusia
mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorong ia berbuat baik dan bertindak.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Asmaran As.,M.A.Pengantar studi Akhlak, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
N.
Drijarkara SJ.,percikan filsafat, PT
pembangunan, Jakarta 1978
Harun
Nasution, filsafat agama. Bulan
Bintang. Jakarta. 1979
Amin, Ahmad,
Etika (Ilmu Akhlak), diterjemahkan
oleh K.H. Farid Ma’ruf, Jakarta : Bulan BIntang, 1998,cet. ke 5
[1] Etika
adalah perbuatan yang disengaja yang perlu pertanggung jawabkan jika bersalah,
dan dapat di hukum.
[2] Aristoteles
berkata : apa yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup dengan diketahui
apakah keutamaan itu. Bahkan harus ditambah dengan melatihnya dan
mengajarkanya, atau mencari jalan lain untuk menjadikan kita orang-orang baik
[3] Lihat
hubungan antara politik dan akhlak dalam muqadidimah kita Aristoteles oleh Mr.
St Heleir, dan terjemahan Lutfi Bey Syaid halaman 76.
[4] Uraian beberapa pendapat/paham sekitar ukuran
perbutan manusia untuk menetapkan nilai baik buruknya pada pasasl ini disarikan
dari buku kitab al-Akhlak oleh Prof. Dr. Ahmad amin, hlm. 98-134
[5]
Epicurus mengatakan bahwa tidak ada kebahagiaan dalam hidup kecuali kenikmatan
dan tidak ada keburukan selain penderitaan.
[6]
Plato (seorang pendiri intuisi) sungguh salah besar sekali bahwa tujuan hidup
ini untuk mencari kenikmatan, karena dapat melahirkan pandangan buruk dan
tingkah laku jahat unuk mencapai kenikmatan.
[8] N.
Drijarkara SJ.,percikan filsafat, PT
pembangunan, Jakarta 1978, hlm 13.
[9] Harun
Nasution, filsafat agama. Bulan
Bintang. Jakarta. 1979, hlm. 68.
[10]
Mansur Ali Rajab, Ta’ammualat fi falsafah
al-ahklak, maktabaahAl anjalu Almisriyah, Cairo, 1961, hlm, 91.
[11]
Imam Al-Gazali, kitab Al Arba’ienfi Usul
al-din, Maktabah Al jindi, Cairo, t.t.,hlm.190-191
[12]
Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf, ( jakarta, rjawali press, 1996 )hlm.96.
0 komentar:
Posting Komentar